Minggu, 20 April 2014

thumbnail

Pemanfaatan Tanaman Bakau/Mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu bagian dari ekosistem pantai (pesisir).  Tipe hutan ini beserta tipe-tipe ekosistem lainnya (padang lamun, terumbu karang, estuaria, dll) saling berinteraksi dalam upaya memelihara produktifitas perairan pantai dan kestabilan habitat/lingkungan pantai yang bersangkutan.


Hutan mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan air untuk hidup dan berkembang biak. Hutan mangrove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nurseryground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari predator.



Seperti dipertegas oleh Saenger et al. (1981), hutan mangrove sebagai suatu ekosistem mempunyai berbagai fungsi/peranan yang dapat dikategorikan kedalam tiga jenis kelompok fungsi, yakni : (1) fungsi fisik, (2) fungsi biologis/ekologis, dan (3) fungsi ekonomis, yang secara komprehensif diuraikan dibawah ini.

A.        Fungsi Fisik dari Ekosistem Mangrove

(1)       Mengendalikan abrasi pantai
Pengendalian abrasi pantai oleh ekosistem mangrove terjadi melalui mekanisme pemecahan energi kinetik gelombang air laut dan pengurangan jangkauan air pasang ke daratan, seperti telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Suryana (1998) di pantai utara pulau Jawa yang mana abrasi pantai relatif tidak terjadi pada lokasi yang ditumbuhi mangrove dengan lebar ³ 100 m
(2)       Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut
Keberadaan tegakan mangrove secara signifikan dapat mengurangi kecepatan tiupan angin dan kecepatan arus gelombang air laut (Aksornkoae, 1993).  Dalam hal ini Suryana (1998) melaporkan bahwa daya jangkauan air pasang berkurang sampai lebih dari 60 % pada lokasi dengan lebar hutan mangrove ³ 100 m.
Fakta menunjukkan bahwa tsunami tidak memberikan kerusakan yang berarti pada daerah yang memiliki hutan pantai dan hutan mangrove yang lebat di NAD dan Nias,  sedangkan kerusakan berat terjadi pada daerah yang tidak memiliki hutan mangrove dan hutan pantai yang baik (Onrizal, 2005).  Desa Moawo dan Desa Pasar Lahewa yang terletak di pantai utara Nias merupakan contoh daerah yang selamat dari terjangan tsunami.  Kedua daerah tersebut memiliki hutan mangrove yang sangat rapat,  dimana kerapatannya sekitar 17.000 – 20.700 individu per hektar untuk tumbuhan mangrove berdiameter > 2 cm dan tinggi > 1,5 m dengan lebar mangrove antara pemukiman dan pantai sekitar 200 m atau lebih.  Masyarakat di kedua desa tersebut meyakini bahwa desa mereka selamat dari tsunami karena terlindung oleh hutan mangrove meskipun pada saat tsunami rumah mereka terendam air sekitar 2 – 3 m namun airnya tenang. 
(3)       Menyerap dan mengurani bahan pencemar (polutan) dari badan air baik melalui penyerapan polutan tersebut oleh jaringan anatomi tumbuhan mangrove maupun menyerap bahan polutan yang bersangkutan dalam sedimen lumpur (IUCN & E/P Forum, 1993).
Kemampuan vegetasi mangrove dalam menyerap bahan polutan (dalam hal ini logam berat) telah dibuktikan oleh Darmiyati et al. (1995), yang mana jenis Rhizophora mucronata dapat menyerap lebih dari 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, dan 15 ppm Cu.  Begitu pula Saepulloh (1995) membuktikan bahwa pada daun Avicennia marina ditemukan akumulasi Pb sebesar ³ 15 ppm, Cd³ 0,5 ppm, dan Ni ³ 2,4 ppm.
(4)    Mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan tanah timbul sehingga daratan bertambah luas.
Hasil analisis sedimentologi menunjukkan bahwa pada habitat Rhizophora spp. dan Avicennia spp. kandungan lumpur mencapai 61 %, sedangkan sisanya berupa pasir dan kerikil (Sediadi, 1990).  Selanjutnya Suryana (1998) melaporkan bahwa tanah timbul di pantai utara pulau Jawa hanya dijumpai didepan hutan mangrove dengan fenomena semakin lebar mangrove semakin lebar pula tanah timbulnya dengan perimbangan ratio rataan sekitar 5 m tanah timbul per 1 m lebar mangrove.
(5)       Mengendalikan intrusi air laut
Fungsi ini terjadi melalui mekanisme sebagai berikut :
a)      Pencegahan pengendapan CaCo3 oleh badan eksudat akar.
b)      Pengurangan kadar garam oleh bahan organik hasil dekomposisi serasah.
c)     Peranan fisik susunan akar mangrove yang dapat mengurangi daya jangkauan air pasang ke daratan.
d)     Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah melalui dekomposisi serasah.
Hilmi (1998) melaporkan bahwa percepatan intrusi air laut di pantai Jakarta meningkat drastis dari 1 km pada hutan mangrove selebar 0,75 m menjadi 4,24 km pada lokasi tanpa hutan manrove.  Secara teoritis diperkirakan percepatan intrusi air laut meningkat 2 – 3 kali pada lokasi tanpa hutan mangrove.

B.         Fungsi Biologis dari Ekosistem Mangrove

(1)       Tempat tumbuh berbagai jenis tumbuhan dan fauna
Umali et al (1987) dalam Kusmana (1997)melaporkan adanya sekitar 130 jenis tumbuhan yang idup d habitat mangrove, baik berupa major component of mangrove, minor component of mangrove maupun mangrove associates.  Secara umum hutan mangrove di kawasan Asia-Pasifik didominasi oleh genera Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, dan Sonneratia.
Fauna yang hidup di ekosistem mangrove terdiri atas fauna daratan dan fauna laut.
Fauna daratan, baik yang bersifat temporari maupun permanen menetap di mangrove, terdiri atas : (a) burung (Anhinga anhinga, Egretta spp, dll), (b) amphibia (Rana spp), (c) reptilia (Crocodilus porosus, Varanus salvator, dll), (d) mamalia (Nasalis larvatus, Macaca irus, Presbytis cristus, dll), dan (e) serangga (Aedes spp, Anopheles spp, Culicoides spp)
Fauna laut terdiri atas : (a) infauna yang hidup di lobang-lobang dalam tanah yang didominasi oleh Crustaceae danBivalvia, (b) epifauna yang mengembara diatas permukaan tanah yang didominasi oleh Moluska (kerang-kerangan,Gastropoda) dan kepiting.
(2)       Sebagai tempat asuban (nursery ground), dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis ikan, krustase dan moluska.
Mangrove (disamping padang lamun) merupakan penyedia sumber makanan (food source) utama bagi berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting yang idup di ekosistem pesisir melalui guguran serasah dari tumbuhan mangrove (terutama daun) yang mati.  Sebagian kecil serasah yang jatuh di lantai hutan akan langsung dimakan oleh kepiting dan sebagian besar akan didekomposisi menjadi detritus oleh mikroba yang menjadi sumber makanan bagi detrivora, yang selanjutnyadetrivora tersebut menjadi sumber makanan bagi karnivora.
Secara normal produktivitas mangrove berkisar antara 10,00 ton/ha/th sampai 14,00 ton/ha/th yang mana sekitar 50 % dari serasah tersebut diekspor ke perairan pantai lepas (Department of Forestry, 1997) dan sekitar 90 % masuk kedalam jaring-jaring pangan (UNEP, 1985).
Pentingnya mangrove dan padang lamun bagi produktvitas perairan pantai telah dilaporkan oleh Adam et al (1973) bahwa 75 – 90 % dari berbagai jenis ikan bergantung pada habitat estuaria untuk menyelesaikan paling sedikit sebagian dari penyelesaian siklus hidupnya, yang mana sebagian besar food source dari estuaria tersebut berasal dari mangrove dan padang lamun.
C. Fungsi Ekonomis dari Ekosistem Mangrove

Fungsi ekonomis dari ekosistem mangrove berasal dari :
(1)       Kayu
Dalam skala komersial, berbagai jenis kayu mangrove dapat digunakan sebagai : (a) chips, terutama jenis Rhizophora sppdan Bruguiera spp, (b) penghara industri papan dan plywood terutama jenis Bruguiera spp dan Heritiera littoralis, (c) scalfold terutama jenis Rhizophora apiculata, Bruguiera spp dan Ceriops spp, dan (d) kayu bakar dan arang yang berkualitas tinggi terutama dari Rhizophora spp.
(2)  Hasil hutan bukan kayu, seperti madu, obat-obatan, tanin, minuman. Ikan/udang/kepiting, dll
(3)       Rekreasi seperti halnya hutan rekreasi mangrove di Cilacap, Jawa Tengah.
Sebagai ilustrasi besarnya manfaat ekonomis dari ekosistem mangrove, pada Tabel 1 disajikan manfaat langsung dari ekosistem mangrove di Batu Ampar Kalimantan Barat.  Tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat lokal mendapatkan manfaat (pendapatan) yang cukup besar dari ekosistem mangrove dengan efisiensi usaha diatas 70 % tanpa merusak hutan.

Tabel 1.  Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Hutan Mangrove Batu Ampar Kalimantan Barat.
Jenis Manfaat
Nilai Manfaat (Rp/th)
Biaya (Rp/th)
%
Manfaat Bersih (Rp/th)
%
Potensi Kayu
60.688.525.900
18.206.553.600
30
42.481.972.300
70
Arang
1.367.871.200
512.729.300
37
855.141.900
63
Daun Nipah
98.205.184
16.874.352
17
81.330.832
83
Bibit Mangrove
100.677.700
21.072.400
21
79.695.300
79
Ikan
1.534.309.800
498.050.900
32
1.036.258.900
68
Udang
8.486.116.800
784.210.200
9
7.701.906.600
91
Kepiting
2.920.904.300
829.454.700
28
2.091.449.600
72
Jumlah
75.196.610.884
20.868.945.452
28
54.327.665.432
72



Demikian ulasan saya mengenai tanaman bakau/Mangrove, semoga kita dapat menjaga alam kita demi kebaikan bersama. 

Alam tidak akan memperbaiki diri dari perkataan, melainkan dengan tindakan kita~
Penulis,
Fermi Mirza Alfarisi
@Fermimirza

Sumber :
1. http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/mangrove-dalam-upaya-menangangi-abrasi-dan-pengelolaan-pantai/
2. http://alamendah.files.wordpress.com/2011/02/hutan-bakau.jpg
3. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/08/06/abrasi-pantai-dan-hutan-mangrove-384428.html
4. http://thewavemaker.files.wordpress.com/2011/01/biota-perairan-mangrove.jpg?w=300&h=213

Related Posts :

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

1 Comments

avatar

Thanks for info, jangan lupa kunjungi website kami juga ya https://bit.ly/2QSlT3e

Reply Delete